Senin, 23 Januari 2012
“tapi aku sangat mencintainya dengan tulus” mungkin ucapanku sungguh sangat tidak meyakinkannya, suaraku sendu, tubuhku lemas, tak berdaya atas rasa sakit di hatiku ini. Tapi aku tau dia mengerti, dan hanya dia satu-satunya harapanku untuk menjawab semua pertanyaan di benakku.
“tapi dia tidak mencintaimu dengan tulus!” suaranya jelas-jelas menunjukkan ia serius.
“tapi kalau dia tidak-“ dia tidak mengizinkanku untuk menyelesaikan ucapanku.
“dia mencintaimu, tapi tidak untuk dirimu yang sesungguhnya”
“apa maksudmu?”
“dia mencintaimu atas sosokmu yang anggun, misterius, dingin, kuat, dan hebat. Sosokmu yang pertama kali ia lihat dan membuatnya kagum. Namun beberapa bulan lalu saat kau mulai menunjukkan siapa dirimu yang sesungguhnya, dia menyerah, karena ia tidak mencintai sosok lain dibalik dirimu yang kau tunjukkan ke dunia”
Ya tuhan, aku tidak mengerti apa yang ia katakana. Apa ia menuduhku munafik?
“apa kau akan mengatakan kalau aku---munafik? Kalau aku selalu berperan menjadi orang lain kepada dunia? Tega sekali kau---“
“bukan! Bukan itu maksudku. Menurutku setiap orang di dunia justru seharusnya seperti itu. Mereka tidak boleh lemah, mereka harus terbangun dengan senyuman untuk menyapa dunia setelah semalam ia menangis, keputusanmu untuk menjadi kuat itu sangat tepat. Kita tidak boleh terlihat lemah dan membuat orang menertawakan kita”
“lalu?” aku menunggu penjelasannya
“disaat kau menemukan dia, orang yang kau percayai dengan penuh, kau berikan harapan seutuhnya, saat kau menemukannya, kau mulai memperlihatkan sisi dirimu yang selama ini tersembunyi, kau mulai memperlihatkan sisi lemahmu kepadanya karena kau terlalu lelah menjadi orang yang kuat”
“dan disaat itu karena ia mencintaiku sebagai seseorang yang kuat, maka dari itu dia tidak mencintaiku lagi sebagai seseorang yang lemah? Begitukah maksudmu?”
“betul sekali!”
Jelas itu bukan jawaban yang aku haraplam. Kurasa ia menangkap kekecewaan di wajahku dan berusaha menguatkanku.
“kau ingat, dulu kalian bukan sahabat. Lebih dari itu, kalian sering bertengkar. Karena itu dia tidak mengetahui sisi dalammu yang rapuh dari awal, karena dia bukan sahabatmu”
“lalu maksudmu lain kali sebelum aku menjalin hubungan dengan seorang pria, dia lebih baik adalah sahabatku? Supaya dia tidak terkejut dengan sisi gelapku?” kuharap analisisku benar. Aku hanya ingin harapan. Itulah satu-satunya hal yang selalu menjadi kekuatanku.
“yupp betul sekali” ia tersenyum kepadaku, aku melihat sebuah harapan dimatanya.. “aku tau kau sudah memberikan seutuhnya hatimu kepadanya, dan jujur aku tidak yakin suatu saat kau kan mencintai orang lain dengan sangat lagi. Tapi kau tau, inilah hidup, kau harus memaafkannya karena tidak bisa menerima sisi gelapmu dan membimbingmu. Terlebih lagi, percayalah kalau pangeran impianmu akan datang. Aku tau kau berharap itu dia, tapi kau juga harus menerimanya kalau pangeranmu itu berwujud sebagai orang lain. Kau harus kuat, dan yak au tau, mambuat persahabatan sebanyak mungkin dengan siapapun”, lanjutnya.
Aku lega, tenang, lepas, bebas daaaaaannnn terbang. Ya tuhan, terima kasih karena telah memberiku jawaban, melaluinya…
Comments
itu imajinasi gue yen..percakapan sama jiwa kecil di diri seseorang gitu :")