Sesekali ia pergi ke tempat itu tanpa alasan yang jelas.. ia hanya ingin ke tempat itu, tempat dulu pangerannya sesekali duduk disitu, rela menghabiskan waktu beberapa menit saja hanya untuk berbicara dengannya tak peduli betapa jauhnya jarak yang terbentang.
Ia hanya bisa memandangi tempat itu. Hati gadis itu lirih, lirih sekali. Semuanya telah berbedal. Di balik keceriaan gadis itu, tersembunyi hati yang dingin. Ya tuhan, betapa ia merindukan pangerannya.
Jika saja ia dapat memilih, ia lebih memilih untuk memiliki hati yang dingin saat belum tersentuh oleh kehangatan dari kehadiran pangerannya. Dingin kali ini lebih menusuk, menyayat hatinya sangat dalam, sangat besar luka yang tertinggal sehingga membuatnya merasakan sakit yang teramat dalam.
Jika saja ia dapat memilih, ia ingin tidak pernah berjumpa dengan pangerannya sehingga ia tidak akan merasakan sayatan dingin ini setelah pangerannya hilang. Tapi apa? Ia juga tidak rela. Jika ia harus tidak pernah merasakan bahagia dengan pangerannya dulu.
Tapi untuk apa ia mempertahankan kebahagiaan itu bila itu hanya sekejap dan terganti oleh kehilangan yang teramat dalam? Ya tuhan, gadis itu sudah gila, gila karena cintanya yang hilang.
Ya tuhan, gadis itu sudah gila. Dia gila dimabuk cinta, yang sesungguhnya ia tidak mengerti apa itu artinya. Gadis itu hanya berfikir kalau pengertian cinta adalah pangerannya. Ia tidak tahu apa jadinya ia saat harus kehilangan pangerannya.
Sambil sesekali mengusap air mata, ia hanya bisa memandangi kursi hampa itu tanpa pangerannya yang menduduki kursi itu sambil ia berkata “oh, cupid, tolong sekali lagi tancapkan panah cintamu kepadanya. Panahmu sudah terlalu banyak yang mengenaiku. Bisakah kau mengenainya 1 kali lagi? Hanya untuk membawanya kembali. Kembali ke pelukanku, kembali dengan semua cintanya dulu. Cupid, tolonglah aku”
Comments